Tutur Tinular Versi 2011 Menuai Badai Karena Lebay...

Tayangan bermuatan sejarah sangat diperlukan untuk pengetahuan generasi muda, yang telah dibodohi oleh sejarah bangsa yang telah diplesetkan sebelumnya.. fakta sejarah yang seluas samudra hanya dipublikasikan selebar daun kelor. Sebuah cerita yang penuh kandungan budaya dan sejarah nusantara juga mengalami nasib serupa akibat tangan nista para pengusaha yang tidak peduli nasib sejarah bangsa. Tutur Tinular Karya S.Tijab melekat dihati masyarakat sejak puluhan tahun silam, dengan pesan yang teramat dalam kini dirusak oleh tangan kotor orang-orang tidak ber-otak....HABISI TUTUR TINULAR 2011 YANG SEPERTI SAMPAH INI itu kata yang cocok...!!!

Rabu, 30 November 2011

Karya Sampah Dari Sutradara Sampah...!!!!

Kebiadapan Karya Perusak Hancurkan Alur Kiasan Sejarah Karya S. Tijab
Tutur Tinular Versi 2011, Kemana Arah Tujuanmu……?
Genta Buana Pitaloka, sebagai produsen sinetron-sinetron laga klasik yang selalu mengangkat budaya dan sejarah bangsa indonesia kini telah mengalami kemunduran (mungkin dalam semua bidangnya). Dahulu kala rumah Produksi yang dimotori oleh Budi Sutrisno ini bernama Genta Buana Pitaloka, pada tahun 1990-an production house ini berhasil merebut jutaan mata penikmat tayangan televisi dengan sinetron Produksi pertamanya yaitu Singgahsana Brama Kumbara, cerita ini merupakan visualisasi sebuah karya sandiwara radio besutan Niki Kosasih yang teramat popular pada pertengahan tahun 80-an hingga saat ini (karena gaungnya tidak pernah hilang). Keberhasilan sinetron laga klasik yang mengusung setting kerajaan pasundan ini kemudian menginspirasi genta Buana untuk memproduksi sinetron dengan genre yang sama. Budi Sutrisno selaku produser di sini juga sangat bijak dalam memilih orang-orang untuk dilibatkan didalamnya, ini sangat terbukti dengan set décor yang bagus, fighting scene yang keren, make up artis yang “sesuai” dan juga iringan music yang menghentak sungguh membuat jantung berdetak kencang.
Karya-karya yang dihasilkan Genta Buana setelah keberhasilan Singgahsana Brama Kumbara antara lain, Tutur Tinular, Tutur Tinular 2, Misteri Gunug Merapi, Angling Dharma, Karmapala, Wali Songo, Keris Empu Gandring. Genta Buana semakin bergeliat dengan hebat, hampir setiap malam ada saja sinetron dari production house ini yang menghiasi layar kaca, rating juga selalu berada di atas, keberhasilan ini juga tidak lepas dari kebijakan produser  untuk menggunakan orang-orang berkualitas seperti saya tulis diatas, dalam banyak karya yang dikeluarkan Genta Buana Pitaloka, setiap set décor maupun indahnya adegan laga yang tersaji adalah hasil kerja dari orang nomor satu dibidangnya, seperti Soemantri Jelitheng selaku pemegang art décor, dengan indahnya dia membuat istana majapahit yang teramat megah menjadi seperti benar-benar istana sungguhan dan tentu saja membuat sinetron Tutur Tinular yang kala itu tayang menjadi sangat diminati, demikian juga untuk adegan laga tidak tanggung-tangung mereka mengusung nama Edy S. Jhonatan, dia adalah mantan pemain film laga yang sudah cukup lama berpengalaman di bidangya, sampai detik ini menurut saya sendiri belum ada tandingan bagi dia sebagai penata laga dalam sinetron atau film.
Berbicara mengenai karya Genta Buana Pitaloka, yaitu Tutur Tinular karya S.Tijab yang ngetop duluan sebagai sandiwara radio di tahun 80-an ini digarap oleh genta Buana dengan sangat serius “kala itu”. Jalan cerita yang memang sangat rumit memang harus di pegang oleh orang yang berkelas, sinetron ini digarap oleh genta Buana bekerja sama dengan Cho Cho Studio Beijing China dan juga CCTV China. Sinetron ini juga melibatkan pemain dari dalam negeri sendiri maupun artis dari negeri tirai bambu tersebut. Jalan cerita yang yang juga mengandung banyak sekali muatan sejarah nusantara ini juga melibatkan cerita mengenai tentara Mongolia yang datang ke tanah jawa kala itu. Untuk hal ini juga lah Genta Buana rela untuk “mengungsikan “ sebagian kru dan pemainya untuk menetap di China beberapa waktu guna pengambilan gambar di sana, penggunaan kamera yang memang sekali lagi “seessuuaiii” dengan genre menghasilkan latar belakang kerajaan Kaisar Khubilai Khan sangat megah tidak kalah dengan cerita asli china The Red Clift, keindahan pegunungan, sungai dan pagoda pada adegan Mei Shin dan Lou Shi San berdayung sampan juga sangat mempesona, tidak ketinggalan juga adegan laga yang sangat memukau hasil besutan Edy S Jhonatan dan sutradara dari negeri China menghasilkan Adegan-adengan laga yang tak terlupakan. Bahkan produk obat flu Neozep Forte saat itu sempat menggunakan adegan laga Mei Shin, dan mendapuk Arya Kamandanu (Anto Wijaya) dan Mei Shin (Lee Yun Juan) sebagai bintang iklan dan brand ambasadornya.
Lama tidak kedengaran ceritanya mengenai sinetron-sinetron laga, atau mungkin genre ini sedang tenggelam jauh, maka Genta Buana Pitaloka juga menghilang, Produksi yang tayang selama ini sejank genre kolosal mati suri hanya FTV dengan  kesan murahan dan tidak berbobot, membuang waktu saja saya mengulasnya…, nama Genta Buana Pitaloka pun berubah seiring perubahan format produksinya ibaratnya dari kelas PIALA OSCAR ke kelas PIALA CITRA (..citra buruk..) menjadi Genta Buana Paramitha…
Baru-baru ini menjelang penghujung tahun 2011, tidak disangka dan diduga, PT. Genta Buana Paramitha meluncurkan Produksi terbarunya, yang kabarnya sangat sepektakuler, menelan dana tidak kurang dari 18 M (delapan belas Emmmm… eimbeeeerrr), hasil karya S.Tijab yang pernah di buat sinetronnya pada 1997 oleh nya sendiri ini di buat ulang dengan bandrol TUTUR TINULAR VERSI 2011,… wow… ternyata bukan hanya White Snake Legend saja yang punya judul White Snake Legend 2010, tetapi ternyata ada juga Tutur Tinular Versi 2011. Wah.. berlembar-lember angin syurga seperti meniup wajahku yang manis.., aku teramat bahagia seperti aku dibawa kembali kemasa kecilku dulu yang indah, dimana aku tidak ada kerjaan lain selain belajar dan menonton tv tiap malam yang salah satu malamnya menantikan tayangan Tutur Tinular yang dahulu kala, kemudian paginya bercerita seru di sekolah. Aku juga membayangkan betapa bagusnya nanti (sudah pasti… aku pede banget), karena versi yang tahun 1997 saja sudah sangat bagus, set décor mengah, adegan laga spectacular make up dan kostum cuuucoook, dan shooting hingga ke negerinya Kwee Cheng sana, gimana versi 2011 nya.. bayangan ku Mei Shin akan di perankan oleh pemeran Xiau Lung Nu versi 2006 …
Pertama kali lihat trailernya yang beberapa hari sebelum tayangan perdana di puter mulu oleh indosiar, saya sedikiiiiiiiiiitttt punya pikiran atau lebih tepatnya lagi memiliki firasat tidak baik, adegan yang disuguhkan dalam trailer itu 98% adegan laga,… dalam adegan laga pada trailer tutur tinular 2011 itu aku tidak melihat ada sentuhan Edy S. Jonathan sama sekali, terus sekelebat ada prajurit berlarian kok aku melihat ada orang berbusana mataram,..? memang adegan nya lumayan bagus apa lagi ketika seorang dengan pedang ditangan kemudian melayang tinggi sekali dan di iringi 4 orang bersenjata menggunakan topi pemetik teh melayang di sekelilingnya.. itu baguuuussss sekali, namun aku sempat berpikir .. kok seperti bukan Produksi genta Buana yaaa.. aku berkali-kali lihat trailernya dengan seksama satu persatu muka pemain yang bergerak cepat itu aku perhatikan .. aku bergumam “..mmmm ini pasti buatan diwangkara film..”, karena pemainya muda-muda semua.. tapi bodo ah.. yang penting aku bisa ketemu lagi dengan Mei Shin.. begitu kata hati saya.
Saya lupa hari itu hari apa saat penayangan perdananya, pokoknya saat itu adalah hari kerja, aku dikantor gelisah, ingin segera pulang dan kemudian duduk manis depan TV sambil merokok menantikan Tutur Tinular Versi 2011, bahkan di account FB saya, saya sudah seperti yang punya stasiun TV saja, berkali kali tiap hari saya tulis di wall..”jangan lupa saksikan Tutur Tinular Versi 2011 ya di indosiar.. nanti malam jam  20.30 WIB…” begitu aku tulis.
Saat yang aku tunggu pun tiba, tayangan ini mulai di tumpahkan ke layar indosiar, aku sudah duduk manis dari jam 6 sore, sedikit terkejut ketika opening ternyata ini karya buatan PT. Genta Buana Paramitha, nama “Paramitha” dibelakang genta membuat hatiku dihinggapi perasaan khawatir “jangan-jangan nanti ada kala jengking… atau ular raksasa.. atau binatang ini itu.. dan ada orang nyanyi dangdut…” serius.. aku sempat berpikir seperti itu yaaa kurang lebih 50 detik lah, tapi aku sekali lagi menepis prasangka itu, tuh dah mulai main..  belum selesai saya terkejut tadi kemudian terkejut lagi ketika melihat para pemain berbusana Mataram Islam kemudian set bangunan juga seperti dikerjakan oleh orang-orang yang tidak tahu apa-apa, berantakan dan kasar serta warna yang tidak natural.
Adegan berantem yang aku lihat di trailer itu tiba-tiba seperti mimpi yang tidak dapat diulang lagi, ternyata faktanya saat adegan laga di sini banyak yang dibuat slow motion, kemudian di awal kisah aku sampai bingung sebetulnya ini cerita bermula dari mana.. atau saya yang tidak tahu cerita awalnya. Hingga episode pertama berakhir, aku pun merasa malu dengan rekan saya yang memang menemani saya nonton, dia komentar terus mengenai busana, dan juga hiasan naga yang tidak mungkin sekali harus ada. Namun di hatiku berbicara, ah.. baru episode awal, mungkin ceritanya dikembangkan di depan, nanti pasti balik ke rel nya, namun setelah hampir 10 hari saya menonton sinetron ini saya merasa memang ini bukan tutur tinular, aku mulai kecewa karena jalan cerita tidak se titik pun menyentuh jalan cerita asli, tokoh-tokoh utama pun hanya beberapa orang yang muncul, sedangkan nama seperti Mei Shin dan Sakawuni yang ibaratnya tulang punggung cerita Tutur Tinular itu tidak memungkinkan akan muncul, tidak ada tanda-tandanya untuk kemunculannya itu.
Malah tokoh-tokoh lain yang tidak ada dalam cerita dimunculkan seperti Raden Bentar dari Saur Sepuh, malah yang membuat tangan ku ini gatal ingin membanting TV saya adalah keluarnya bocah-bocah ingusan yang menyebalkan sekali, mereka adalah Krishna dan Kansa, ya tuhan.. ini adalah kisah india kenapa bisa numpang ngetop di Tutur Tinular, mereka itu anak-anak tidak berdosa namun kalau melihat dia sumpah saya akan jitak kepalanya… menjijikan!!!!!. Belum selesai dongkol hati ini akibat kemunculan bocah-bocah itu ehhhh ada burung bisa ngomong, bagus kalau burung itu jelmaan tokoh yang memang ada di Tutur Tinular, tapi ini burung adalah burung padmini yang memang tidak ada orang kenal sebelumnya, sudah deh … selamat datang kisah sinetron pujaan para ibu dan pembantu seperti Tersanjung dan Cinta Fitri menyusup ke sini, kemudian lebih banyak kejanggalan yang ada di sini yang memang malas aku sebut satu satu.
Sekarang saya menonton sinetron yang saat ini sedang ngetop dengan sebutan SINETRON SAMPAH ini hanya beberapa menit, dan saya sudah paham apa yang akan terjadi selama dua jam mendatang sesudah itu aku menonton siaran lain, tapi walau sampah begitu ternyata sinetron ini booming lho di internet tuhhhhh… sampai ada spanduk khusus buat dia, sinetron lain mana ada yang di buatkan spanduk khusus, blog khusus atau Fans Pages dan account FB serta Tweeter khusus… Cuma ini Tutur Tinular Versi 2011 yang punya,… benar-benar mendapat CITRA… (tetep citara buruk).
Pada halaman FB Tutur Tinular 2011 itu hanya berisi cacian dan sumpah serapah untuk karya ini .., karena sinetron bedebah ini telah melenceng jauh dari fakta asli, sutradara maupun penulis sekenario yang sekarang mengganti nama karena takut di jambak-jambak orang satu Negara ini  telah menghilangkan 100% muatan sejarah yang ada dalam karya S.Tijab ini menjadi sebuah tayangan paling MENJIJIKAN sepanjang peradaban manusia dari jaman ATLANTIS sampai jaman ALAMAT PALSU AYU TING TING ini. Kalau ada pepatah mengatakan “tiada kata seindah doa” maka buat hasil karya pattel ini “tiada kata selain BIAAAADAAAAAPPPPPP !!!!!!!!”
Semakin hari semakin jengkel melihat tayangan sinetron sampah ini, sudah alur cerita dibawa kemana-mana gak jelas, ditambah lagi para bocah ABG yang memang sudah bodoh dan goblok dari kandungan biyung mereka itu berteriak histeris …. Ooooohhhh kak rrrrrriiiiiiiicooooooo… ganteng bangetsih……., NAJIS TRA LA LA…. Ingin aku muntah di muka mereka kemudian aku garuk pakai cangkul. Sudah seperti itu admin pengelola FP juga seperti orang yang tolol, semua tidak pernah menanggapi dengan serius, bahkan dari beribu-ribu tulisan yang di posting ternyata tidak membuat sedetikpun tayangan biadap itu berubah ke jalan yang benar…, sekarang tidak ada jalan lain, kalau begini terus bisa-bisa toko elektronik panen untung besar karena banyak orang membanting tv dan beli pesawat tv baru, oke kita harus bahu membahu untuk memBOIKOT tayangan SAMPAH ini… mereka sutra dara dari INDIA biadap itu telah membelokan cerita ini seperti kereta jurusan Jakarta – Surabaya yang dibelokan kea rah banjar masin, entah gimana caranya mau masuk laut juga bodooooo amat.
Sekarang sudah banyak gerakan secara online untuk memBOIKOT sinetron tidak bermutu ini, mulai dari Facebook, Kaskus, Blog dll. Ayo untuk semua dukung gerakan ini untuk menghentikan penayangan KARYA SAMPAH SINETRON BIADAP BESUTAN SUTRADARA BEROTAK KAMBING DARI INDIA … TUTUR TINULAR VERSI 2011 ini, jangan ragu, tulis komentar kalian sesuka hati terus dukung pemboikotannya, semoga saja ada tindakan tegas dari KPI untuk hal ini…

Sebuah Karya Pelecehan Sejarah Nusantara... Tutur Tinular 2011 ..LAYAK DI BOIKOT !!!!!!!


         Bersihkan Sampah Sejarah..
Tutur Tinular Versi 2011, Sebuah Sinetron Menjijikan Perusak Sejarah Nusantara

  

Dulu sekitar tahun 1995 pertelevisian Indonesia digempur secara bertubi-tubi oleh tayangan serial maupun film silat import dari hongkong. Saya masih ingat betul kala itu, dimana setiap hari pada jam-jam prime time diduduki oleh serial kungfu mandarin, hampir semua setasiun televisi (kecuali TVRI tentunya yang masih ngeributin iuran) menayangkannya, lihat saja seperti TPI yang sekarang berubah nama menjadi MNC TV kala itu memiliki program “Jagat Kungfu” setiap hari pukul 19:30, serial-serial seperti Pedang dan Kitab Suci, Pendekar Hina Kelana, Judge Bao adalah sebagian kecil dari program Jagat Kungfu yang popular kala itu. Di setasiun lain juga tidak mau kalah, SCTV punya program seri silat legenda negeri tirai bambu yang sangat terkenal yaitu Bai Shi Zhuan atau White Snake Legend dengan tokoh utama Pai Shu Chen, atau Indosiar yang dengan sangat berani menampilkan trilogy Chin Yung, Pendekar Pemanah Rajawali (Shen Tiaw Eng Hiong), Kembalinya Pendekar Rajawali/Return Of The Condor Heroes (Shen Tiaw Hiap Lu/Shen Tiaw Shia Li) dan Pedang Pembunuh Naga (To Liong To). Walau trilogy itu sudah uzur ya…. secara versi yang ditayangkan di TV kala itu adalah versi yang lama saat Andy Lau masih muda belia tahun 80-an. Setelah serial itu booming mendadak saat usia serial sudah belasan tahun tentu saja mungkin pemainnya kaget ya heeeee…
Akibat serbuan serial kung-fu dari dataran china yang teramat banyak itulah, maka para pekerja seni atau lebih spesifik lagi orang-orang film local berpikir untuk membuat serial silat local, maka munculah Genta Buana Pitaloka yang kala itu lama tidak membuat serial silat meluncurkan Singgahsana Brama Kumbara, bagaimana reaksi masyarakat…? Wooowww berhasil, Eh.. tapi sebelum singgahsana Brama Kumbara, pada sekitar akhir 80-an hingga awal 90-an rumah Produksi pak Budi Sutrisno ini juga pernah membuat “Mahkota Mayangkara” yang tayang setiap hari sabtu siang pukul 11:00 di TPI, itu lho sequelnya Tutur Tinular, tapi malah digarap jauh-jauh tahun sebelum Tutur Tinular Serial di buat.
Saking suksesnya membuat sinetron silat, dan rasanya pertelevisian indonesia sudah demam serial silat ya, maka rumah Produksi lainpun tidak mau ketinggalan, semua seolah berlomba menggarap sinetron silat dengan berbagai jenis. Sebut saja Hari Topan Entercine menggarap Wiro Sableng, Diwangkara dengan Jaka Tarub, Jaka Tingkir, Garuda Film menggarap Prahara Prabu Siliwangi, tidak hanya production house yang identik saja menggarap serial laga, Perusahaan pembuat sinetron semacam Multivison dan Starvision yang kebanyakan membuat drama serial kala itu juga ikut latah, starvision membuat Jacky, dipasang kan Ari Wibowo dan Ayuni Sukarman menjadi jagoan-jagoan muda ibukota, dengan seting jaman sekarang tentu saja memberi warna lain, Multivison meluncurkan “Perjalanan” kembali Ari Wibowo berlaga sebagai jagoan kali ini digandengkan dengan ratu sinetron kala itu Tamara Blezinsky yang wajib untuk beradu tendangan juga. Judul-judul lain kemudian menyusul, hampir semua cerita rakyat di negeri ini sudah terangkat dengan indah dilayar televisi, hingga suatu saat titik jenuh itu muncul juga. Dalam pandangan saya, kejenuhan muncul bukan dari para pemirsa TV…, melainkan para produsen itu sendiri, yang sudah tidak bersemangat lagi menggarap nya. Para pemain mungkin dikurangi adegan laganya biar honor bisa di pangkas, sehingga digantikan oleh gambar animasi kelas bangkai tikus…. Ya Tuhan Jeleeeeeeknya minta ampun, gimana penonton gak muntah-muntah lihat orang mau berantem sudah pasang kuda-kuda tiba tiba jadi kala jengking lah, jadi kodok, monster ini , monster itu walaaaaaahhhhhh pokoknya semua binatang dimuka bumi ini dari semut sampai biawak pernah menjadi stunt in para tokoh sinetron silat dalam adegan laga…. Ihhhh muntah kaleeeeeng.
Dan begitulah hingga kemudian sampai pada masa transisi,…. Masa ini adalah masa dimana saya merasa seperti menderita stroke yang cukup lama, gimana tidak…, ada sinetron atau FTV judulnya Jaka Tarub dan 7 Bidadari eeeeeeeeeehhhhhhh jaka tarub pakai celana jeans, bawa mobil, trus berantem ala serial silat, nama tokoh macam orang jaman dahulu, tapi rumah gedongan, pakai gaun tapi berantem pakai pedang dan loncat terbang, habis itu nyanyi dangdut ala india…… wadddddddduuuuuuuuhhhhhh aku tersiksa bener……  hingga suatu saat hal semacam itu lenyap sudah. Tidak ada lagi  sinetron atau FTV indonesia yang berantem-berantem. Saat itu semua sinetron berganti dengan cerita yang hooooaaaaaaammmmm mau bobo kalau saya ingat, lebih muntahhhhhh kaleeeeeengggggg. Ada bibir yang di tukar, ada cinta fitri banci, ada ini ada itu gua tidak mau tahu. Apa masyarakat senang….. yaaaaaa tentu saja para ibu rumah tangga, remaja putri dan juga remaja putra yang keputri-putrian pasti suka tayangan cengeng babi ala cinta fitri dan lainnya.
Sinetron cengeng ala telanovela tetapi lebay ini merajai pertelevisian sudah bertahun-tahun yaaaa sekitar 5 tahun terakhir. Berhasil sih… secara mungkin tidak ada tontonan lain, atau masyarakat kebanyakan malas menonton film import berkualitas ala Bioskop Trans TV atau Box Office nya RCTI karena kendala bahasa. Yang penting sinetron drama najis itu ada dimana-mana, bintang baru dengan acting diluar standard bermunculan, bintang macam Nikita Willy dan Sheren Sungkar pun kebingungan mau simpen duit dimana saking kaya nya gara-gara sinetron ini sukses membodohi masyarakat. Sampai sekarang juga saya selalu menunggu adanya sinetron laga klasik macam dulu, saya berterima kasih kepada Indosiar yang masih mau menayang ulangkan sinetron buatan Genta Buana pitaloka yang dulu booming di layarnya, walau tayangan ulang jam 1:00 dini hari aku suka menontonnya.
Baru-baru ini, Genta Buana Pitaloka yang sudah lama mengganti nama menjadi Genta Buana Paramita, merilis ulang atau tepatnya lagi membuat ulang kisah sukses Tutur Tinular menjadi Tutur Tinular Versi 2011. Melihat tayangan trailer di televise saya sangat gembira sekali, karena saya berfikir ini lah saatnya geliat laga klasik kolosal kembali bangun dari bobo nya. Hingga tiba saatnya penayangan perdana Tutur Tinular versi 2011 itu tiba, dan saya menyaksikan dengan antusias dari pertama gambar muncul.
Hatiku yang berbunga-bunga mendadak malah menjadi berakar-akar gak karuan melihat tayangan yang dulu sangat aku cintai ini. Bagaimana tidak, kesan pertama muncul pemain menggunakan kostum ala kerajaan Mataram Islam saya sudah kaget, ini Genta Buana tumben banget, apa mereka mabok semua atau malah merekrut penata kostum secara asal-asalan sambil merem atau bahkan tidak ada meeting dengan serius mengenai kostum. Minimal mereka melihat di masa Tutur Tinular 1997, ini adalah kerajaan Singasari. Singasari adalah sesepuhnya Majapahit, pada jaman Majapahit saja tidak ada pakaian yang tertutup, semua pria sampai rajanya juga bertelanjang dada, paling dia memakai aksesoris seperti kalung atau selendang, tapi bagaimana mungkin pejabat kadipaten Manguntur dan Kurawan berpakaian ala Kerajaan Mataram, dengan menggunakan jas jawa warna-warni wartinah waria warung tegal (lebay dehhhh) bertopi seperti ember kapur ala penganten jawa, semua itu bukan punya singasari. Kostum wanita juga tidak kalah mengecewakan, oke lah mungkin dengan sedikit improvisasi pada hiasan mewah di kepala salah satu putri ini agak menarik, tapi mengapa pakaian Nari Ratih seperti wanita Hindustan dengan kerudung?
Bukan itu saja pemilihan peran untuk tokoh-tokoh sentral juga kurang sreg.. Arya Kamandanu berkulit terlalu putih, wajah kurang Simpatik dan terlalu ceking, sementara ayahnya Empu Hanggareksa malah terlihat lebih muda dan tidak ada tampang seorang Empu pembuat senjata, tidak disinggung sama sekali kalau ayah Kamandanu ini adalah seorang Empu, dia berpakaian seperti lurah-lurah pada masa kompeni yang menguasai pasundan….. waduuuuuhhhhhhhhhhhhh parah.
Musik pengiring….. dulu pada zaman Tutur Tinular versi bioskop dan Tutur Tinular 1997 musik digarap dengan sangat bagus sekali oleh Harry Sabar, dengan adanya ilustrasi music tersebut kesan kolosalnya duuuuuaaaaapattttt buaanget…, para pendekar tampak gagah dan perkasa saat bertarung di iringi ilustrasi music om Harry. Bahkan dalam Saur Sepuh dulu music Harry Sabar sempat di pakai untuk Produksi film laga di hongkong…. Tapi….. Tapi…. Oh….. lihat sekarang, saya pusing mencari siapa penggarap ilustrasi music pada Tutur Tinular 2011 ini, entah siapa namanya.. apa dia pemain organ tunggal atau apa. Dalam sebuah adegan pertemuan Arya Kamandanu dengan Nari Ratih aku sempat korek-korek kuping tidak percaya ketika aku mendengar ada lagu Original Soundtract Chin Shen Shen Yu Mong Mong/清深深雨蒙蒙 (Kabut Cinta) yaitu lagu Hao Xiang Hao Xiang/好想好想dalam bahasa Indonesia dan dinyanyikan oleh seorang pria, lagu itu dalam satu episode muncul berkali-kali. Demikian juga dengan music lainya aku rasa seperti memotong instrument dan di tempel begitu saja pada adegan-adengannya, waduuuuuuhhhhh yang kaya gini gak bisa nih dibilang versi 2011. Dimana-mana yang namanya versi baru itu selalu lebih bagus dari versi lamanya, lihat aja Return of The Condor Heroes versi Lama dengan baru kan bagusan yang baru, walau artis ganti tetapi hal-hal lain semacam effect dan teknologi pengambilan gambar tambah keren…. Ehhh yang ini malah seperti habis pakai window vista terus pakai DOS, mampus dah… mending gua nimba air ngisi bak mandi.
Yang paling fatal dari semua adalah adegan fight yang selalu saja dibuat slow motion, hellllloooooooo ini sinetrol silat, dahulu kala jaman sinetron macam ini booming, dalam lokasi shoot ada latihan khusus para pemain untuk dapat beradegan speed fighting…, ini di tekankan sekali lho terutama di Diwangkara, calon pemain yang bisa speed fighting dan yang tidak pasti akan lebih di hargai yang bisa speed fighting. Karena adegan akan semakin dramatis melihat jurus silat yang di peragakan dengan bagus dan cepat, perpaduan kibasan pedang, pukulan dan tendangan serta loncatan itu diberi effect suara hasilnya sangat memukau, nah kalau dah di slow motion terus apa bagusnya,? Mau taruh sound effect juga nanti bunyinya seperti apa?..... walahhhhhh jadi ingat ketoprak nya TVRI stasiun Yogyakarta deh … kakang mbok….
Ada lagi ini yang parah banget ni, Tutur Tinular Versi 2011 ini tidak di dubbing, mereka menggunakan direct vocal atau suara asli pemain seperti sinetron drama pada umumnya. Ini tentu mengganggu, sinetron silat kebanyakan beradegan di luar ruangan dengan latar belakang hutan, danau atau pasar buatan, untuk shooting di medan seperti itu tentu tidak mungkin dong genset di taruh di bawah tanah atau di letakan di kampung sebelah, mau ditaruh dimana juga itu suara generator kedengaran masuk ke boomer. Ingat tidak di Prahara Prabu Siliwangi dulu entah ada salah dimana, salah satu episode lupa tidak ter dubbing, hasilnya saat tayang di televisi dialog tidak kedengaran dan yang terdengar suara mesin genset yang mengganggu. Mungkin iya jaman sekarang ada boomer yang bisa meredam suara latar yang ribut, tetapi penggunaan logat bahasa pemain kan sangat berpengaruh, mana yang harus berwibawa, mana yang romantis, mana yang urakan dan mana yang menggoda itu memerlukan teknik vocal tersendiri, nah teknik vocal inilah yang belum dikuasai oleh kebanyakan para pemain sinetron laga jaman sekarang, jadi akan lebih bagus banget kalau di dubbing menggunakan pengisi suara yang professional seperti sanggar Prativi dan lainya. Coba saja perhatikan suara Nari Ratih yang aduuuuhhhh gimanaaaa gitu bikin mules kalau dengar…. Datar dan tidak berjiwa.
Walau bagaimanapun juga aku selalu mengikuti setiap episodenya karena saya masih menunggu kehadiran Mei Shin, entah apa jadinya Mei Shin nanti, kostum apa yang akan di pakai? Terkadang saya suka geli dan tersenyum sendiri, bagaimana tidak melihat kostum pemain yang saya sebutkan di atas sudah salah nah ketika Mei Shin Muncul saya membayangkan dia menggunakan pakaian ala wanita china pada zaman Manchu, jadi kaya putri Huan Zhu gitu ada kebon bunga di kepala dan sandal yang hak nya di tengah huaaaaa haaaaa haaaaa….. habisnya bête banget dari tadi salah kostum mulu.
Sampai dengan detik ini yang saya pantau sinetron ini cukup mengejutkan, pada episode pertama dan kedua, dia mendapat peringkat 6 besar di ratting, ini mungkin karena semua penggemar Tutur Tinular dan sinetron kolosal ngumpul untuk nonton, tetapi kalau mereka tau kualitas idolanya itu tidak sehebat yang dibayangkan, apa mereka mau bertahan untuk menontonnya terus, minimal setelah semua tokoh sentral keluar gak ada yang berubah maka ya sudah Good Bye My Love judulnya.


Sekarang tugas Genta Buana Paramitha adalah merevisi sinetron ini, oke sebagai pengantar kita maafkan ke kakuan yang ada, namun semangat harus terpacu dan otak  terus bekerja keras agar bisa mendapatkan kualitas sinetron seperti harapan public. Andaikan Tutur Tinular 2011 ini bertahan dan sukses hingga episode terakhir menjaring penonton, maka judul-judul lain bukan tidak mungkin akan muncul kembali, bahkan dengan format yang lebih bagus, dan pemain yang lebih fress dan berkualitas tentunya. Saya selalu berharap agar kita bisa mencintai buatan sendiri, minimal tontonan di tivi itu berbeda-beda, jangan kaya sekarang, yang satu bikin kuis yang lain ikut, satu ada panggung komedi yang lain gak mau kalah, kalu begini ya jangan banyak-banyak stasiun TV, mending marger aja ya nggak…. Semangat ya. (Dede Loo, 11/30/2011)